Sabtu, 21 Juni 2014

PENYIAPAN SUMBER DAYA APARATUR PEMERINTAHAN DAERAH YANG PROFESIONAL DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK



PENYIAPAN SUMBER DAYA APARATUR
PEMERINTAHAN DAERAH YANG PROFESIONAL
DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK


I. PENDAHULUAN
Isu peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan isu yang hangat dibicarakan dewasa ini. Pelayanan publik erat kaitannya dengan fungsi pemerintahan dalam rangka pemberdayaan atau pendidikan sosial kepada masyarakat, dan merupakan tanggung jawab semua unsur yang terpadu dengan pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Di negara-negara sedang berkembang, pelayanan publik sangat dominan dilakukan oleh aparatur pemerintah. Sebagaimana salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat maka pemerintah sering juga disebut pelayanan masyarakat (public service).
Kondisi empirik yang terjadi di lapangan menunjukkan adanya beberapa masalah aktual yang telah terjadi, antara lain semakin rendahnya kualitas pelayanan, tidak jelasnya standard pelayanan dan rendahnya akuntabilitas pelayanan yang ditandai dengan tidak adanya transparansi dalam pelayanan baik dari aspek biaya, waktu dan kualitas pelayanan (Suwandi, 2002 : 30).
Di sisi lain, masyarakat semakin intens mengajukan tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dari pemerintah. Sebagai stakeholders (pemegang saham), masyarakat juga menuntut agar supaya dilibatkan dalam penentuan standard kualitas dan kualitas pelayanan. Di samping itu, sebagai customer sekaligus citizen, masyarakat makin mempunyai pengaruh dalam menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang diberikan serta terlibat dalam menentukan dengan lebih rinci jenis pelayanan apa yang dibutuhkan, kapan dibutuhkan, bagaimana penyediaan pelayanan tersebut dan siapa yang menyediakannya.
Ditinjau dari sudut pandang good governance, pemerintah adalah merupakan domain yang paling berperan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik, yang antara lain diwujudkan dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itu, aspek sumber daya aparatur sangat penting dalam menciptakan pemerintahan yang bercirikan public service atau pelayan masyarakat. Berkaitan dengan manajemen stratejik, faktor sumber daya manusia dalam hal ini sumber daya aparatur pemerintahan merupakan faktor yang juga mempengaruhi penerapannya, karena manajemen stratejik merupakan prasyarat bahkan harus melekat dalam setiap pelayanan publik agar sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan publik dapat tercapai secara efektif dan efisien (Supriatna, 2000: 56).
Dalam kerangka otonomi daerah yang berlaku sekarang ini, pemerintah daerah otonom yang dibentuk sesuai dengan asas desentralisasi diberikan kewenangan untuk melaksanakan urusan-urusan yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan isi otonomi di daerahnya, baik di daerah propinsi maupun daerah kabupaten/kota. Pemikiran ini memberikan inspirasi pada peningkatan fokus pemerintah daerah yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, sehingga timbul esensi pemerintahan daerah (Suwandi, 2001 : 14) sebagai berikut :
a.    Keberadaan pemerintah daerah adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b.    Kemampuan pemerintah daerah diukur dari kemampuannya memberikan pelayanan berkualitas dalam batas-batas resources yang tersedia;
c.    Pelayanan baru bernilai apabila sesuai dengan harapan dari masyarakat;
d.    Pemerintah daerah mampu untuk memberikan tuntutan pelayanan yang semakin meningkat dari masyarakat;
e.    Pelayanan berkualitas menuntut kedekatan dengan masyarakat sebagai konsumen.
Berkaitan dengan penyelenggara pelayanan, Moenir (2001 : 186) menyatakan ada 2 (dua) badan yang melaksanakan fungsi pemerintah sebagai pelaksana pelayanan, yaitu (1) penanggung jawab fungsi layanan, yaitu badan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan fungsi layanan, dalam hal ini pemerintah selaku badan eksekutif secara hirarkis mulai dari MPR, DPR, Presiden, Menteri, DPRD bersama Gubernur serta Bupati/Walikota; dan (2) pelaku layanan, yaitu aparatur pemerintah yang melaksanakan fungsi layanan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Korps Pegawai Republik Indonesia, baik pegawai negeri maupun pegawai BUMN/BUMD dan pegawai pemerintah daerah serta badan hukum dan perusahaan swasta.
Sebagai pelaksana pelayanan di daerah, sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang profesional perlu dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Penyiapan sumber daya aparatur pemerintah daerah perlu dilakukan karena kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya kualitas sumber daya manusia di daerah otonom belum terlampau menjanjikan. Oleh karena itu, sebagai salah satu faktor internal yang strategis, kualitas sumber daya manusia merupakan kunci utama yang dapat mengubah berbagai kelemahan menjadi kekuatan serta mengubah tantangan menjadi peluang. Dan untuk dapat menangkap berbagai peluang yang telah terbuka di depan mata, maka upaya utama yang harus dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas (Wasistiono, 2001 : 39).
Kebijakan penyiapan sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang profesional dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu keharusan karena dengan otonomi daerah  masyarakat mengharapkan hadirnya pemerintahan yang lebih tinggi kualitasnya dan lebih mampu mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik. Tulisan ini akan mengkaji tentang peran strategis sumber daya aparatur pemerintahan daerah sebagai salah satu faktor internal yang mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah.

II. KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
A.   Konsep Pelayanan Umum
Berbagai pengertian mengenai pelayanan yang dapat dikemukakan di sini antara lain menurut Sampara Lukman (1999 : 6)  yang menyebutkan bahwa : “pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan”. Selanjutnya Sadu Wasistiono (2001 : 51)  memberikan pengertian pelayanan umum yaitu : “pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat”.
Dari kedua pengertian ini dapat dikatakan bahwa pelayanan adalah merupakan usaha untuk melayani kebutuhan orang lain dengan tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pelayanan bukan hanya dapat diberikan oleh instansi pemerintah saja melainkan juga oleh pihak swasta. Perbedaannya, pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, sedangkan pelayanan umum yang dijalankan oleh pihak swasta bermotif ekonomi atau mencari keuntungan.
Sehubungan dengan pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi pemerintah, Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur negara (MENPAN) telah mengeluarkan pedoman tatalaksana pelayanan umum yaitu KepMenpan No.81 Tahun 1993 sebagai acuan umum bagi instansi pemerintah di pusat dan daerah, termasuk BUMN/BUMD dalam mengatur tata laksana pelayanan umum (masyarakat) di lingkungan instansinya masing-masing. Dalam pedoman itu disebutkan pengertian pelayanan umum yaitu : “segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perudang-undangan”.
Dalam peraturan Menpan tersebut juga dijelaskan ada 8 (delapan) sendi pelayanan umum, yaitu :
1.    Kesederhanaan;
2.    Kejelasan dan Kepastian;
3.    Keamanan;
4.    Keterbuakaan;
5.    Efisiensi;
6.    Ekonomis;
7.    Keadilan yang merata; dan
8.    Ketepatan waktu.
Selain konsep pelayanan yang telah disebutkan di atas, dikenal juga adanya pelayanan prima. Soetopo dkk (1999 : 7) menjelaskan bahwa pelayanan prima merupakan terjemahan excellent service yang secara harafiah berarti pelayanan yang sangat baik/pelayanan yang terbaik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan prima adalah :
1.    Apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan (masyarakat).
2.    Pelayanan prima bisa ada manakala ada standard pelayanan.
3.    Untuk instansi yang sudah mempunyai standard pelayanan, maka pelayanan prima ada apabila pelayanan memenuhi standardnya.
4.    Apabila pelayanan selama ini sudah memenuhi standard maka pelayanan prima berarti adanya terobosan baru yaitu pelayanan yang melebihi standardnya.
5.    Untuk instansi yang belum mempunyai standard pelayanan, maka pelayanan prima adalah pelayanan yang dianggap terbaik oleh instansi yang bersangkutan. Usaha selanjutnya adalah menyusun standard pelayanan.

B.   Konsep Kualitas Pelayanan Dalam Paradigma TQM dan TQS
Pelayanan sebagai usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang  diperlukan orang lain, terkait dengan kualitas yaitu kualitas pelayanan. Kata “kualitas” memiliki banyak definisi yang beragam mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis.  Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi strategis tentang kualitas adalah “segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of custoners)”, (Lukman, 1999 : 7). Selain itu, Hadari Nawawi (2000 : 124) memberikan pengertian kualitas dengan mengutip pendapat Wayne F Cassio yang mengatakan bahwa “quality is the extent to which products and services conform to customer requirement”.
Semua pengertian kualitas yang telah dikemukakan di atas jelas berorientasi pada organisasi profit dalam melaksanakan proses produksi, yang menunjukkan bahwa kondisi produk sebagai hasilnya harus memenuhi beberapa tolok ukur tertentu. Pada organisasi non profit bidang pemerintahan berlaku juga pengertian tersebut, karena tugas pokoknya adalah memberikan pelayanan umum (public service), yang berarti juga konsumennya adalah masyarakat yang membutuhkan pelayanan (service) sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Berkaitan dengan pelayanan yang dijalankan oleh organisasi publik, Sampara Lukman (1999 : 10) menyatakan bahwa “kualitas pelayanan sektor publik adalah pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standard pelayanan dan asas-asas pelayanan publik/pelanggan”. Standard pelayanan yang dimaksud adalah pedoman pemberian pelayanan yang telah baku. Khusus untuk pelayanan instansi pemerintah di atas telah dijelaskan 8 sendi pelayanan umum sesuai KepMenpan No.81 Th.1993.
Landasan teori untuk peningkatan kualitas pelayanan adalah Total Quality Management (TQM), yang tidak sekedar menekankan pada kualitas produk akhir tetapi juga mengutamakan kualitas proses, lingkungan kerja dan sumber daya manusia. TQM mengisyaratkan bahwa untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanan, diperlukan usaha-usaha peningkatan organisasi (restrukturisasi organisasi), peningkatan kemampuan manajerial, peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan peningkatan sarana dan prasarana (Soetopo dkk, 1999 : 16). TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas barang, jasa, manusia proses dan lingkungan organisasi. Di lingkungan organisasi profit atau perusahaan, penerapan TQM telah berhasil mengatasi berbagai macam permasalahan, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan sekaligus menekan biaya dan mengatasi permasalahan lainnya.
Implementasi TQM dalam fungsi-fungsi manajemen secara terpadu di lingkungan organisasi non profit, menurut Hadari Nawawi (2000 : 129) antara lain sebagai berikut ;
1.    Berfokus pada yang dilayani;
2.    Kepemimpinan yang efektif;
3.    Konsep kualitas;
4.    Pengembangan konsep kualitas sebagai budaya organisasi;
5.    Berfokus pada pemberdayaan SDM;
6.    Pendekatan pemecahan masalah; dan
7.    Mengenali partner (rekan kerja).
Dengan memfokuskan pada unsur SDM, kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan menerapkan Total Quality Service (TQS), yang menurut Stamatis (1996) sebagaimana dikuti oleh Soetopo dkk (1999 : 10) yaitu “sistem manajemen stratejik dan integratif yang melibatkan semua manajer dan pegawai serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan”. TQS melibatkan 3 (tiga) aspek kunci dalam sistem kualitas untuk kepuasan pelanggan, yaitu (1) tanggung jawab manajemen, yang diwujudkan dengan pembuatan strategi berupa pernyataan yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik mengenai sasaran organisasi dalam pemberian pelayanan kepada pelanggan; (2) struktur sistem kualitas, yaitu program dan prosedur yang dirancang untuk mendorong, menyampaikan pelayanan yang nyaman dan berkualitas bagi pelanggan; dan (3) sumber daya manusia, yaitu pegawai di semua posisi yang memiliki kapasitas dan keinginan yang bersifat responsif terhadap keinginan pelanggan. Strategi ini dapat digambarkan sebagai berikut :


 

























Gambar 1. Sistem TQS
Sumber : Soetopo dkk (1999 : 10)









III.       FAKTOR SUMBER DAYA MANUSIA PENDUKUNG PELAYANAN PUBLIK
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa aspek kunci yang memegang memegang peran penting dalam pelayanan yang mengutamakan kualitas adalah sumber daya manusia. Dalam manajemen stratejik, faktor internal yang mempengaruhi berlangsungnya suatu organisasi. Dalam mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan efisien, perlu dilakukan pengembangan organisasi dengan mengintegrasikan manajemen sumber daya manusia (MSDM) ke dalam manajemen stratejik.
Konsep utama MSDM adalah pemberdayaan sumber daya manusia yang dimiliki organisasi, agar memberikan kontribusi yang terbaik bagi perwujudan eksistensinya melalui peningkatan ketrampilan/keahlian dalam melaksanakan tugas pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Pemberdayaan tersebut dilakukan melalui pengintegrasian SDM dengan sumber-sumber daya lain yang dimiliki oleh organisasi. Untuk organisasi non profit bidang pemerintahan, sumber-sumber daya yang dimiliki antara lain : (a) sumber daya material; (b) sumber daya finansial; (c) sumber daya manusia; (d) sumber daya teknologi; dan (e) sumber daya informasi (Nawawi, 2000 : 282). Dengan mendayagunakan semua sumber daya tersebut secara terintegrasi dan menempatkan SDM sebagai faktor sentral maka kegiatan MSDM akan dapat mewujudkan tujuan organisasi.
Pengintegrasian MSDM dan pengembangan organisasi ke dalam manajemen stratejik diwujudkan dalam strategi di dalam Rencana Stratejik (Renstra) dan kegiatannya di dalam Rencana Operasional (Renop) organisasi. Di lingkungan organisasi non profit bidang pemerintahan, kegiatan MSDM memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan pengembangan organisasi dan tujuan implementasi manajemen stratejik, yaitu :
1.    Tujuan Organisasi (Organization Objective), adalah untuk melihat bahwa MSDM itu ada/eksis, perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.
2.    Tujuan Fungsional (Functional Objective), adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar SDM dalam organisasi melaksanakan tugasnya secara optimal.
3.    Tujuan Kemasyarakatan (Societal Objective), adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal kebutuhan dan tantangan yang timbul dari masyarakat.
4.    Tujuan Personal/SDM (Personal Objective), adalah untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan pribadinya, guna mencapai tujuan organisasi. (Sedarmayanti,  1999 : 126)
Kegiatan manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari proses manajemen yang paling sentral dan merupakan kunci dalam mencapai tujuan organisasi. Nawawi (2000 : 289) mengemukakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam MSDM, yaitu :
1.    Analisis Pekerjaan/Jabatan (Job Analysis);
2.    Perencanaan SDM (HRD Planning);
3.    Penarikan (Recruitment);
4.    Seleksi dan Penempatan (Selection ang Stuffing);
5.    Orientasi dan Sosialisasi;
6.    Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development);
7.    Perencanaan Karir (Career Planning);
8.    Penilaian Kinerja (Job Performance Appraisal); dan
9.    Pengupahan/Kompensasi.

Diagram berikut ini mengetengahkan proses tranformasi kegiatan MSDM dengan kegiatan pengembangan organisasi, yang menunjukkan bahwa semua pendekatan SDM harus menghasilkan umpan balik untuk memprogramkan kegiatan pengembangan organisasi.



 






















Gambar 2. Proses Transformasi Kegiatan MSDM dan Kegiatan PO
Sumber : Hadari Nawawi (2000 : 288)









IV.      PENYIAPAN SUMBER DAYA APARATUR PEMERINTAHAN DAERAH YANG PROFESIONAL SEBAGAI PELAKSANA PELAYANAN PUBLIK.
A. Pembinaan Kepegawaian Pemerintah Daerah
Sumber daya aparatur pemerintah daerah merupakan faktor penting dalam penyediaan pelayanan publik di daerah otonom. Keberhasilan otonomi daerah dalam pelaksanaannya memerlukan kemampuan dari sumber daya manusia aparatur yang tersedia, baik dalam arti kapabilitas maupun dalam arti integritas, moralitas dan etika yang tinggi. Sejalan dengan apa yang dikemukakan Kaho (1997 : 60) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah : faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan dan faktor organisasi dan manajemen.
Pada kenyataannya, berbagai permasalahan yang muncul dengan diterapkannya otonomi daerah antara lain masalah kepegawaian pemerintah daerah. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.    Masih dirasakan adanya ketidakjelasan arah kebijakan dan penataan kewenangan daerah dalam pengelolaan dan pembinaan karier pegawai (SDM aparatur) di daerah;
2.    Kinerja penyerapan dan penempatan pegawai pusat yang ditransfer ke daerah masih menimbulkan kontroversi;
3.    Kendala kurangnya pegawai yang berkualitas (qualified) yang mampu bekerja secara efektif dengan masyarakat di daerah terutama di pedesaan yang miskin fasilitas, karena umumnya di kota besar dan kantor pusat lebih menawarkan karier, prestise dan penghasilan yang lebih banyak;
4.    Dari aspek manajemen, berbagai masalah pembinaan pegawai mulai dari rekruitmen pegawai yang belum didasarkan pada kompetensi, mekanisme seleksi yang belum transparan, pengangkatan pegawai daerah yang masih mengutamakan putra daerah, penempatan dalam jabatan struktural dan fungsional yang tidak didasarkan pada analisis jabatan, peningkatan eselonering yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan, masih lemahnya sistem pengembangan karier pegawai, sistem kepangkatan serta pemberian gaji dan tunjangan yang dirasakan masih sangat kurang.
Dengan adanya undang-undang baru tentang pemerintahan daerah, berdasarkan pasal 76 UU No.22 Tahun 1999 sistem kepegawaian pemerintah daerah mengalami perubahan dari integrated system, di mana PNS adalah pegawai nasional yang digaji dari pemerintah nasional, menjadi separated system, yang berarti adanya PNS daerah yang bekerja dari awal sampai akhir kariernya di daerah yang bersangkutan. Perubahan sistem itu juga telah menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain :
1.    Karir PNS di daerah pada posisi puncak menjadi tidak terjamin, karena akan sangat bergantung pada keinginan kepala daerah;
2.    Kesulitan di dalam melakukan mutasi dan rotasi antar daerah karena gaji dan tunjangan pegawai terikat pada Dana Alokasi Umum (DAU) daerah yang bersangkutan;
3.    Munculnya semangat kedaerahan yang berlebihan, yang pada gilirannya berpotensi melemahkan semangat kebangsaan, akibatnya PNS menjadi terkotak-kotak oleh daerah asalnya;
4.    Mulai nampak adanya gejala politisasi birokrasi yang tidak sejalan dengan keinginan menjadikan birokrasi netral dan profesional (public service neutrality);
5.    Jumlah PNS yang berlebihan di semua lini telah mendorong daerah untuk membangun organisasi yang besar dan lamban sehingga menimbulkan pemborosan penggunaan dana publik.
Untuk mengantisipasi masalah kepegawaian yang berkaitan dengan adanya penerapan sistem kepegawaian yang berbeda pada kedua perundang-undangan dan agar tidak menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaannya, maka perlu kiranya dilakukan penyesuaian antara            UU  No. 22/1999  dengan UU No. 43/1999 beserta Peraturan Pemerintah (PP)  pelaksanaannya. Di samping itu, perlu diterapkan sistem campuran (mixed system) dalam manajemen kepegawaian, berupa keterlibatan pemerintah pusat dalam penempatan jabatan-jabatan strategis, dengan mengurangi campur tangan politis. Jadi, walaupun integrated system masih relevan diterapkan di Indonesia, namun demikian daerah perlu dilibatkan dalam aspek recruitment, placement, development dan appraisal PNS daerah.
Melihat permasalahan kepegawaian di daerah dalam rangka otonomi daerah, langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan berkaitan dengan pembinaan kepegawaian di daerah antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Perencanaan SDM harus dilakukan dengan penentuan formasi dan analisis jabatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keuangan pemerintah daerah, baik dari aspek kualitas maupun kualitas;
2.    Pengadaan atau rekruitmen harus dilakukan melalui seleksi yang menjaring calon-calon pegawai yang berkualitas berdasarkan kemampuan, dengan menghindari nepotisme dan penggunaan uang pelicin;
3.    Penempatan pegawai dalam jabatan baik struktural maupun fungsional harus sesuai dengan prinsip the right man on the right place, di mana kompetensi harus diutamakan;
4.    Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) harus dilaksanakan secara aplikatif dan terakreditasi untuk menghasilkan aparatur yang berkompeten di bidang pelayanan publik;
5.    Pola pengembangan karier perlu ditingkatkan, promosi jabatan harus terakomodasi oleh setiap pegawai yang memenuhi syarat dalam kompetensi;
6.    Penilaian kinerja personil pegawai pemerintah daerah perlu disempurnakan. Penggunaan Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP3) sudah tidak relevan lagi karena tidak adanya standard penilaian yang sesuai dengan jabatan dan kompetensi;
7.    Sistem penggajian dan tunjangan, serta hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan pegawai seperti pensiun, cuti, dan lain sebagainya perlu ditinjau kembali;
8.    Untuk menegakkan disiplin pegawai, perlu disempurnakannya peraturan tentang penjatuhan hukuman disiplin agar sesuai dengan tingkat pelanggaran.

B.   Aparatur Pemerintah Daerah Yang Profesional Dalam Melayani Masyarakat.
Apabila dikaji secara cermat, otonomi daerah tidak saja bermakna peluang, tetapi juga tantangan bagi pemerintah daerah dan masyarakatnya.  Tantangan berarti segala tuntutan dalam mewujudkan otonomi daerah termasuk di dalamnya tuntutan perlunya aparatur pemerintah daerah yang melaksanakan tugas pelayanan di daerah. Dalam konteks ini, profesionalisme aparatur merupakan faktor kunci. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah memerlukan berbagai kemampuan dari para pelaksananya. Inisiatif pemerintah daerah untuk mengupayakan  tersedianya aparat yang profesional, baik dalam arti kapabilitas maupun integritas, moralitas dan etika yang tinggi merupakan suatu keharusan.
Kebijakan ini menurut Rasyid (2000) setidaknya mencerminkan pada 2 (dua) aspek, yaitu :
1.    Aspek substansial, artinya kebijakan penyiapan sumber daya aparatur yang profesional memerlukan definisi yang jelas tentang kualifikasi profesionalisme yang ingin dicapai di berbagai bidang tugas.  Kualifikasi tersebut berkaitan dengan keahlian dan perilaku.
2.    Aspek prosedural, artinya kebijakan penyiapan sumber daya aparatur yang profesional berkaitan dengan jenis dan sifat pendidikan serta pelatihan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan organisasi pemerintah daerah.
Menurut Sarundajang (2001 : 166), aparatur pemerintah daerah yang profesional baik dari segi teknis, administratif maupun manajerial harus mempunyai beberapa keterampilan antara lain : (a) keterampilan mengidentifekasikan masalah;  (b)  keterampilan memecahkan masalah;  dan (c)  keterampilan sebagai perantara strategis  (strategic broker skills). Dengan adanya pembinaan kepegawaian pemerintahan daerah diharapkan akan dapat menghasilkan aparatur pemerintah daerah yang profesional dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.
Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah  sehubungan dengan fungsinya sebagai public service, adalah menghasilkan goods and services (pengadaan barang dan jasa), sesuai dengan isi otonomi daerahnya masing-masing. Dalam memberikan pelayanan yang berfokus pada kualitas serta berorientasi pada kepuasan pelanggan (masyarakat), aparatur pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan kualitas personal yang kemudian pada gilirannya akan bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan secara keseluruhan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penentuan standard kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat, perlu dilakukan penilaian kinerja personil pegawai pemerintah daerah. Penilaian prestasi dilakukan dengan membandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Salah satu cara untuk mengukur kinerja personil pemerintah daerah adalah dengan mengukur sejauh mana efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas mereka dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Beberapa permasalahan yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan masyarakat (Suwandi, 2001 : 7) antara lain adalah :
1.    Kurang adanya arahan dan tujuan yang jelas secara menyeluruh;
2.    Kurangnya akuntabilitas, motivasi dan insentif;
3.    Kurangnya kesediaan menerima tanggung jawab;
4.    Kurangnya tindakan nyata, terlalu banyak pertimbangan, rapat yang menghasilkan tertundanya tindakan;
5.    Kerancuan dalam peran dan tanggung jawab;
6.    Kurang responsif terhadap masyarakat;
7.    Kurangnya mekanisme pasar serta informasi; dan
8.    Peraturan dan pengawasan yang berlebihan.
Peningkatan kualitas pelayanan pemerintahan daerah perlu dilaksanakan melalui agenda kegiatan : (1) peningkatan hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat dengan cara antara lain : melakukan survey terhadap kepuasan konsumen, meningkatkan daya jangkau pelayanan, melakukan publikasi dan informasi yang lebih intensif, membentuk user group dari pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah, dan mengarahkan semua resources pemerintah daerah untuk menciptakan iklim memprioritaskan pelayanan; dan (2) membangun kualitas internal dengan mengembangkan Total Quality Management (TQM).
Pada masa yang akan datang, dengan semakin terwujudnya otonomi daerah yang luas dan utuh, diharapkan sumber daya aparatur pemerintahan daerah sebagai pelaksana pelayanan di daerah dapat terus mengembangkan dirinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, penjaga hati nurani pemerintahan. Oleh karena itu, berkaitan dengan penyiapan sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang profesional dalam melayani masyarakat  maka strategi yang perlu dikembangkan antara lain :
1.      Mengembangkan dan melaksanakan sistem kepegawaian yang berorientasi kepada kinerja, serta menyediakan insentif bagi pegawai yang berprestasi dengan baik untuk dapat mengembangkan karier dan penghargaan yang layak;
2.      Menjamin sistem administrasi kepegawaian yang dapat menyediakan informasi secara akurat guna memudahkan pengambilan keputusan yang tepat dan obyektif serta transparan untuk perencanaan pegawai, pembinaan, dan pengembangan pegawai yang muaranya sebagai instrumen akuntabilitas; dan
3.      Menumbuhkan jiwa korsa serta mengupayakan sikap netral bagi seluruh PNS, sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi adil dan non diskriminatif.

V.   PENUTUP
 Otonomi daerah telah dijalankan dan ini berarti tantangan sekaligus peluang terutama bagi pemerintah daerah untuk melaksanakannya. Faktor sumber daya manusia dalam hal ini aparatur pemerintah daerah memegang peran yang strategis karena mereka adalah pelaksana fungsi pemerintah sebagai pelayan masyarakat.
Pembinaan kepegawaian pemerintah daerah dilakukan untuk mempersiapkan sekaligus menghasilkan aparatur pemerintah daerah yang profesional dalam melayani masyarakat. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat, artinya yang berkualitas dan memuaskan pelanggan. Disinilah peran strategis sumber daya aparatur pemerintahan daerah sebagai faktor yang menentukan tercapainya tujuan organisasi, di mana profesionalismenya tercermin dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat dengan standard pelayanan yang memuaskan pelanggan (masyarakat).
Pada akhirnya, dengan mengutip pendapat Rasyid (2000), maka perlu dikemukakan di sini bahwa aparatur yang baik adalah yang bisa memberi kepada masyarakat apa yang mereka butuhkan, bahkan sebelum masyarakat itu sendiri memintanya. Inilah tantangan bagi para PNS baik di pusat maupun di daerah untuk bisa berkarya bagi keberhasilan bangsa ini.














DAFTAR PUSTAKA

Kaho, Josef Riwo, (1997) Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lukman, Sampara, (1999), Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta: STIA-LAN Press.
Moekijat, (2002), Administrasi Kepegawaian Negara Indonesia, Bandung : Moekijat Press.
Moenir, A.S., (2001), Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari H, (2000), Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rasyid, M. Ryaas, (2000), Kebijakan Penyiapan Sumber Daya Aparatur Yang Profesional Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah, Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 10 Tahun 2000.
Sabarno, Hari, (2001), Masalah, Peluang dan Tantangan Serta Prospek Otonomi Daerah di Indonesia, Materi Kuliah Perdana PPs MAPD STPDN di Jakarta, 31 Oktober 2001.
Sachroni, Oman, (2002), Sumber Daya Manusia Aparatur Dalam Menunjang Implementasi Otonomi Daerah, Makalah Disajikan pada Seminar Antar Semester PPs MAPD STPDN di Jatinangor, 16 Maret 2002.
Sarundajang, S.H., (2001), Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah,  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sedarmayanti, (1999), Restrukturisasi Dan Pemberdayaan Organisasi Untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan, Bandung: CV Mandar maju.
Soetopo, (1999), Pelayanan Prima, Bahan Diklat ADUM, Jakarta: LAN-RI.
Sudiman, (1999), Administrasi Kepegawaian, Bahan Diklat ADUM, Jakarta: LAN-RI.
Suwandi, Made, (2000), Kepegawaian Pemerintah Daerah, Makalah, Tidak Dipublikasikan.
------------, (2001), Akuntabilitas Pelayanan Pemerintah Daerah, Makalah, Tidak Dipublikasikan.
------------, (2002), Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi Dasar Otonomi Daerah Indonesia (Dalam Upaya Mewujudkan Pemerintah Daerah Yang Demokratis dan Efisien), Makalah, Tidak Dipublikasikan.
Supriatna, Tjahja, (1996), Administrasi, Birokrasi dan Pelayanan Publik, Jakarta: PT Nimas Multima.
------------, (2000), Legitimasi Pemerintahan dalam Konteks Administrasi Publik Memasuki Era Indonesia Baru, Manajemen dan Organisasi Publik Serta Manajemen Pemerintahan Daerah, Bandung: CV Maulana.
Wasistiono, Sadu, (2001), Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, Bandung: Alqaprint Jatinangor.













2 komentar:

  1. The Emperor Casino | Play with 100 Free Spins - Shootercasino
    Emperor Casino is a popular slot choegocasino machine by Aristocrat. This 제왕 카지노 online casino game is designed and developed by Aristocrat. Get 인카지노 your welcome bonuses!

    BalasHapus
  2. PlaynGo Casino - Mapyro
    Search by city, 의정부 출장샵 revenue, employees, website 익산 출장안마 & phone number. 서산 출장안마 Get directions, reviews 밀양 출장안마 and information 원주 출장샵 for PlayNGo Casino in Tunica, MS.

    BalasHapus