PENYIAPAN SUMBER DAYA APARATUR
PEMERINTAHAN DAERAH YANG PROFESIONAL
DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
I.
PENDAHULUAN
Isu
peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan isu yang hangat dibicarakan
dewasa ini. Pelayanan publik erat kaitannya dengan fungsi pemerintahan dalam
rangka pemberdayaan atau pendidikan sosial kepada masyarakat, dan merupakan
tanggung jawab semua unsur yang terpadu dengan pola kemitraan antara
pemerintah, swasta dan masyarakat. Di negara-negara sedang berkembang,
pelayanan publik sangat dominan dilakukan oleh aparatur pemerintah. Sebagaimana
salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting adalah memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat maka pemerintah sering juga disebut pelayanan masyarakat
(public service).
Kondisi
empirik yang terjadi di lapangan menunjukkan adanya beberapa masalah aktual
yang telah terjadi, antara lain semakin rendahnya kualitas pelayanan, tidak
jelasnya standard pelayanan dan rendahnya akuntabilitas pelayanan yang ditandai
dengan tidak adanya transparansi dalam pelayanan baik dari aspek biaya, waktu
dan kualitas pelayanan (Suwandi, 2002 : 30).
Di
sisi lain, masyarakat semakin intens mengajukan tuntutan untuk mendapatkan
pelayanan yang berkualitas dari pemerintah. Sebagai stakeholders (pemegang saham), masyarakat juga menuntut agar supaya
dilibatkan dalam penentuan standard kualitas dan kualitas pelayanan. Di samping
itu, sebagai customer sekaligus citizen, masyarakat makin mempunyai
pengaruh dalam menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang diberikan serta
terlibat dalam menentukan dengan lebih rinci jenis pelayanan apa yang
dibutuhkan, kapan dibutuhkan, bagaimana penyediaan pelayanan tersebut dan siapa
yang menyediakannya.
Ditinjau
dari sudut pandang good governance,
pemerintah adalah merupakan domain yang paling berperan dalam mewujudkan
kepemerintahan yang baik, yang antara lain diwujudkan dalam pemberian pelayanan
yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itu, aspek sumber daya aparatur
sangat penting dalam menciptakan pemerintahan yang bercirikan public service atau pelayan masyarakat.
Berkaitan dengan manajemen stratejik, faktor sumber daya manusia dalam hal ini
sumber daya aparatur pemerintahan merupakan faktor yang juga mempengaruhi
penerapannya, karena manajemen stratejik merupakan prasyarat bahkan harus
melekat dalam setiap pelayanan publik agar sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam kebijaksanaan publik dapat tercapai secara efektif dan efisien
(Supriatna,
2000: 56).
Dalam
kerangka otonomi daerah yang berlaku sekarang ini, pemerintah daerah otonom
yang dibentuk sesuai dengan asas desentralisasi diberikan kewenangan untuk
melaksanakan urusan-urusan yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah
sesuai dengan isi otonomi di daerahnya, baik di daerah propinsi maupun daerah
kabupaten/kota. Pemikiran ini memberikan inspirasi pada peningkatan fokus
pemerintah daerah yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, sehingga timbul
esensi pemerintahan daerah (Suwandi, 2001 : 14) sebagai berikut :
a.
Keberadaan pemerintah daerah adalah untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat;
b.
Kemampuan pemerintah daerah diukur dari kemampuannya memberikan pelayanan
berkualitas dalam batas-batas resources
yang tersedia;
c.
Pelayanan baru bernilai apabila sesuai dengan harapan dari masyarakat;
d.
Pemerintah daerah mampu untuk memberikan tuntutan pelayanan yang semakin
meningkat dari masyarakat;
e.
Pelayanan berkualitas menuntut kedekatan dengan masyarakat sebagai
konsumen.
Berkaitan
dengan penyelenggara pelayanan, Moenir (2001 : 186) menyatakan ada 2 (dua) badan yang
melaksanakan fungsi pemerintah sebagai pelaksana pelayanan, yaitu (1)
penanggung jawab fungsi layanan, yaitu badan yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan fungsi layanan, dalam hal ini pemerintah selaku badan eksekutif
secara hirarkis mulai dari MPR, DPR, Presiden, Menteri, DPRD bersama Gubernur
serta Bupati/Walikota; dan (2) pelaku layanan, yaitu aparatur pemerintah yang
melaksanakan fungsi layanan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Korps Pegawai
Republik Indonesia, baik pegawai negeri maupun pegawai BUMN/BUMD dan pegawai
pemerintah daerah serta badan hukum dan perusahaan swasta.
Sebagai
pelaksana pelayanan di daerah, sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang
profesional perlu dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Penyiapan sumber daya aparatur pemerintah daerah perlu dilakukan karena
kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya kualitas sumber daya manusia di daerah
otonom belum terlampau menjanjikan. Oleh karena itu, sebagai salah satu faktor
internal yang strategis, kualitas sumber daya manusia merupakan kunci utama
yang dapat mengubah berbagai kelemahan menjadi kekuatan serta mengubah
tantangan menjadi peluang. Dan untuk dapat menangkap berbagai peluang yang
telah terbuka di depan mata, maka upaya utama yang harus dilakukan oleh masyarakat
dan pemerintah daerah adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas (Wasistiono, 2001 : 39).
Kebijakan
penyiapan sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang profesional dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu keharusan karena dengan
otonomi daerah masyarakat mengharapkan
hadirnya pemerintahan yang lebih tinggi kualitasnya dan lebih mampu mengemban
fungsi-fungsi pelayanan publik. Tulisan ini akan mengkaji tentang peran
strategis sumber daya aparatur pemerintahan daerah sebagai salah satu faktor
internal yang mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah.
II.
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
A. Konsep
Pelayanan Umum
Berbagai
pengertian mengenai pelayanan yang dapat dikemukakan di sini antara lain
menurut Sampara Lukman (1999 : 6) yang menyebutkan bahwa
: “pelayanan adalah suatu kegiatan atau
urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan
orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan”. Selanjutnya
Sadu Wasistiono (2001 : 51) memberikan pengertian
pelayanan umum yaitu : “pemberian jasa
baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta
kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan
atau kepentingan masyarakat”.
Dari
kedua pengertian ini dapat dikatakan bahwa pelayanan adalah merupakan usaha
untuk melayani kebutuhan orang lain dengan tujuan untuk memuaskan pelanggan.
Pelayanan bukan hanya dapat diberikan oleh instansi pemerintah saja melainkan
juga oleh pihak swasta. Perbedaannya, pelayanan umum yang dijalankan oleh
instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, sedangkan pelayanan umum yang
dijalankan oleh pihak swasta bermotif ekonomi atau mencari keuntungan.
Sehubungan
dengan pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi pemerintah, Kantor Menteri
Pendayagunaan Aparatur negara (MENPAN) telah mengeluarkan pedoman tatalaksana
pelayanan umum yaitu KepMenpan No.81 Tahun 1993 sebagai acuan umum bagi
instansi pemerintah di pusat dan daerah, termasuk BUMN/BUMD dalam mengatur tata
laksana pelayanan umum (masyarakat) di lingkungan instansinya masing-masing.
Dalam pedoman itu disebutkan pengertian pelayanan umum yaitu : “segala bentuk kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan lingkungan BUMN/BUMD
dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perudang-undangan”.
Dalam
peraturan Menpan tersebut juga dijelaskan ada 8 (delapan) sendi pelayanan umum,
yaitu :
1.
Kesederhanaan;
2.
Kejelasan dan Kepastian;
3.
Keamanan;
4.
Keterbuakaan;
5.
Efisiensi;
6.
Ekonomis;
7.
Keadilan yang merata; dan
8.
Ketepatan waktu.
Selain
konsep pelayanan yang telah disebutkan di atas, dikenal juga adanya pelayanan
prima. Soetopo
dkk (1999 : 7) menjelaskan bahwa pelayanan prima merupakan terjemahan excellent service yang secara harafiah
berarti pelayanan yang sangat baik/pelayanan yang terbaik. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pelayanan prima adalah :
1.
Apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari
pemerintah kepada pelanggan (masyarakat).
2.
Pelayanan prima bisa ada manakala ada standard pelayanan.
3.
Untuk instansi yang sudah mempunyai standard pelayanan, maka pelayanan
prima ada apabila pelayanan memenuhi standardnya.
4.
Apabila pelayanan selama ini sudah memenuhi standard maka pelayanan prima
berarti adanya terobosan baru yaitu pelayanan yang melebihi standardnya.
5.
Untuk instansi yang belum mempunyai standard pelayanan, maka pelayanan
prima adalah pelayanan yang dianggap terbaik oleh instansi yang bersangkutan.
Usaha selanjutnya adalah menyusun standard pelayanan.
B. Konsep
Kualitas Pelayanan Dalam Paradigma TQM dan TQS
Pelayanan
sebagai usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain, terkait dengan
kualitas yaitu kualitas pelayanan. Kata “kualitas”
memiliki banyak definisi yang beragam mulai dari yang konvensional hingga yang
lebih strategis. Definisi konvensional
dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk
seperti kinerja (performance),
keandalan (reliability), mudah dalam
penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan
definisi strategis tentang kualitas adalah “segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the
needs of custoners)”, (Lukman, 1999 : 7). Selain itu, Hadari Nawawi (2000 : 124) memberikan
pengertian kualitas dengan mengutip pendapat Wayne F Cassio yang mengatakan bahwa “quality is the extent to which products and
services conform to customer requirement”.
Semua
pengertian kualitas yang telah dikemukakan di atas jelas berorientasi pada
organisasi profit dalam melaksanakan proses produksi, yang menunjukkan bahwa
kondisi produk sebagai hasilnya harus memenuhi beberapa tolok ukur tertentu.
Pada organisasi non profit bidang pemerintahan berlaku juga pengertian
tersebut, karena tugas pokoknya adalah memberikan pelayanan umum (public service), yang berarti juga
konsumennya adalah masyarakat yang membutuhkan pelayanan (service) sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Berkaitan
dengan pelayanan yang dijalankan oleh organisasi publik, Sampara Lukman (1999 : 10) menyatakan
bahwa “kualitas pelayanan sektor publik
adalah pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standard pelayanan dan
asas-asas pelayanan publik/pelanggan”. Standard pelayanan yang dimaksud
adalah pedoman pemberian pelayanan yang telah baku. Khusus untuk pelayanan
instansi pemerintah di atas telah dijelaskan 8 sendi pelayanan umum sesuai
KepMenpan No.81 Th.1993.
Landasan
teori untuk peningkatan kualitas pelayanan adalah Total Quality Management (TQM), yang tidak sekedar menekankan pada
kualitas produk akhir tetapi juga mengutamakan kualitas proses, lingkungan
kerja dan sumber daya manusia. TQM mengisyaratkan bahwa untuk meningkatkan
kualitas produk dan pelayanan, diperlukan usaha-usaha peningkatan organisasi
(restrukturisasi organisasi), peningkatan kemampuan manajerial, peningkatan
kemampuan sumber daya manusia dan peningkatan sarana dan prasarana (Soetopo dkk, 1999 : 16). TQM
merupakan paradigma baru dalam manajemen yang berusaha untuk memaksimumkan daya
saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas
barang, jasa, manusia proses dan lingkungan organisasi. Di lingkungan
organisasi profit atau perusahaan, penerapan TQM telah berhasil mengatasi
berbagai macam permasalahan, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan
sekaligus menekan biaya dan mengatasi permasalahan lainnya.
Implementasi
TQM dalam fungsi-fungsi manajemen secara terpadu di lingkungan organisasi non
profit, menurut Hadari Nawawi (2000 : 129) antara lain sebagai berikut ;
1.
Berfokus pada yang dilayani;
2.
Kepemimpinan yang efektif;
3.
Konsep kualitas;
4.
Pengembangan konsep kualitas sebagai budaya organisasi;
5.
Berfokus pada pemberdayaan SDM;
6.
Pendekatan pemecahan masalah; dan
7.
Mengenali partner (rekan
kerja).
Dengan
memfokuskan pada unsur SDM, kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan
menerapkan Total Quality Service (TQS),
yang menurut Stamatis (1996) sebagaimana dikuti oleh Soetopo dkk (1999 : 10) yaitu “sistem manajemen stratejik dan integratif yang melibatkan semua manajer
dan pegawai serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk
memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat
memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan”. TQS
melibatkan 3 (tiga) aspek kunci dalam sistem kualitas untuk kepuasan pelanggan,
yaitu (1) tanggung jawab manajemen, yang diwujudkan dengan pembuatan strategi
berupa pernyataan yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik mengenai sasaran
organisasi dalam pemberian pelayanan kepada pelanggan; (2) struktur sistem
kualitas, yaitu program dan prosedur yang dirancang untuk mendorong,
menyampaikan pelayanan yang nyaman dan berkualitas bagi pelanggan; dan (3)
sumber daya manusia, yaitu pegawai di semua posisi yang memiliki kapasitas dan
keinginan yang bersifat responsif terhadap keinginan pelanggan. Strategi ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
![]() |
Gambar 1. Sistem TQS
Sumber : Soetopo dkk (1999 : 10)
III. FAKTOR
SUMBER DAYA MANUSIA PENDUKUNG PELAYANAN PUBLIK
Telah
dikemukakan sebelumnya bahwa aspek kunci yang memegang memegang peran penting
dalam pelayanan yang mengutamakan kualitas adalah sumber daya manusia. Dalam
manajemen stratejik, faktor internal yang mempengaruhi berlangsungnya suatu
organisasi. Dalam mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan efisien,
perlu dilakukan pengembangan organisasi dengan mengintegrasikan manajemen
sumber daya manusia (MSDM) ke dalam manajemen stratejik.
Konsep utama
MSDM adalah pemberdayaan sumber daya manusia yang dimiliki organisasi, agar
memberikan kontribusi yang terbaik bagi perwujudan eksistensinya melalui
peningkatan ketrampilan/keahlian dalam melaksanakan tugas pemberian pelayanan
umum kepada masyarakat. Pemberdayaan tersebut dilakukan melalui pengintegrasian
SDM dengan sumber-sumber daya lain yang dimiliki oleh organisasi. Untuk
organisasi non profit bidang pemerintahan, sumber-sumber daya yang dimiliki
antara lain : (a) sumber daya material; (b) sumber daya finansial; (c) sumber
daya manusia; (d) sumber daya teknologi; dan (e) sumber daya informasi (Nawawi, 2000 : 282). Dengan
mendayagunakan semua sumber daya tersebut secara terintegrasi dan menempatkan
SDM sebagai faktor sentral maka kegiatan MSDM akan dapat mewujudkan tujuan
organisasi.
Pengintegrasian
MSDM dan pengembangan organisasi ke dalam manajemen stratejik diwujudkan dalam
strategi di dalam Rencana Stratejik (Renstra) dan kegiatannya di dalam Rencana
Operasional (Renop) organisasi. Di lingkungan organisasi non profit bidang
pemerintahan, kegiatan MSDM memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan
pengembangan organisasi dan tujuan implementasi manajemen stratejik, yaitu :
1.
Tujuan Organisasi (Organization
Objective), adalah untuk melihat bahwa MSDM itu ada/eksis, perlu adanya
kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.
2.
Tujuan Fungsional (Functional
Objective), adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar SDM dalam
organisasi melaksanakan tugasnya secara optimal.
3.
Tujuan Kemasyarakatan (Societal
Objective), adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal
kebutuhan dan tantangan yang timbul dari masyarakat.
4.
Tujuan Personal/SDM (Personal
Objective), adalah untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan pribadinya,
guna mencapai tujuan organisasi. (Sedarmayanti, 1999
: 126)
Kegiatan
manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari proses manajemen yang
paling sentral dan merupakan kunci dalam mencapai tujuan organisasi. Nawawi (2000 : 289) mengemukakan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam MSDM, yaitu :
1.
Analisis Pekerjaan/Jabatan (Job
Analysis);
2.
Perencanaan SDM (HRD Planning);
3.
Penarikan (Recruitment);
4.
Seleksi dan Penempatan (Selection
ang Stuffing);
5.
Orientasi dan Sosialisasi;
6.
Pelatihan dan Pengembangan (Training
and Development);
7.
Perencanaan Karir (Career Planning);
8.
Penilaian Kinerja (Job Performance
Appraisal); dan
9.
Pengupahan/Kompensasi.
Diagram
berikut ini mengetengahkan proses tranformasi kegiatan MSDM dengan kegiatan
pengembangan organisasi, yang menunjukkan bahwa semua pendekatan SDM harus
menghasilkan umpan balik untuk memprogramkan kegiatan pengembangan organisasi.
![]() |
Gambar 2. Proses
Transformasi Kegiatan MSDM dan Kegiatan PO
Sumber : Hadari
Nawawi (2000 : 288)
IV. PENYIAPAN
SUMBER DAYA APARATUR PEMERINTAHAN DAERAH YANG PROFESIONAL SEBAGAI PELAKSANA
PELAYANAN PUBLIK.
A. Pembinaan Kepegawaian Pemerintah Daerah
Sumber daya
aparatur pemerintah daerah merupakan faktor penting dalam penyediaan pelayanan
publik di daerah otonom. Keberhasilan otonomi daerah dalam pelaksanaannya
memerlukan kemampuan dari sumber daya manusia aparatur yang tersedia, baik
dalam arti kapabilitas maupun dalam arti integritas, moralitas dan etika yang
tinggi. Sejalan dengan apa yang dikemukakan Kaho (1997 : 60) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah : faktor manusia, faktor
keuangan, faktor peralatan dan faktor organisasi dan manajemen.
Pada
kenyataannya, berbagai permasalahan yang muncul dengan diterapkannya otonomi
daerah antara lain masalah kepegawaian pemerintah daerah. Masalah-masalah
tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.
Masih dirasakan adanya ketidakjelasan arah kebijakan dan penataan
kewenangan daerah dalam pengelolaan dan pembinaan karier pegawai (SDM aparatur)
di daerah;
2.
Kinerja penyerapan dan penempatan pegawai pusat yang ditransfer ke daerah
masih menimbulkan kontroversi;
3.
Kendala kurangnya pegawai yang berkualitas (qualified) yang mampu bekerja secara efektif dengan masyarakat di
daerah terutama di pedesaan yang miskin fasilitas, karena umumnya di kota besar
dan kantor pusat lebih menawarkan karier, prestise dan penghasilan yang lebih
banyak;
4.
Dari aspek manajemen, berbagai masalah pembinaan pegawai mulai dari
rekruitmen pegawai yang belum didasarkan pada kompetensi, mekanisme seleksi
yang belum transparan, pengangkatan pegawai daerah yang masih mengutamakan
putra daerah, penempatan dalam jabatan struktural dan fungsional yang tidak
didasarkan pada analisis jabatan, peningkatan eselonering yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan, masih
lemahnya sistem pengembangan karier pegawai, sistem kepangkatan serta pemberian
gaji dan tunjangan yang dirasakan masih sangat kurang.
Dengan adanya
undang-undang baru tentang pemerintahan daerah, berdasarkan pasal 76 UU No.22
Tahun 1999 sistem kepegawaian pemerintah daerah mengalami perubahan dari integrated system, di mana PNS adalah
pegawai nasional yang digaji dari pemerintah nasional, menjadi separated system, yang berarti adanya
PNS daerah yang bekerja dari awal sampai akhir kariernya di daerah yang
bersangkutan. Perubahan sistem itu juga telah menimbulkan berbagai
permasalahan, antara lain :
1.
Karir PNS di daerah pada posisi puncak menjadi tidak terjamin, karena
akan sangat bergantung pada keinginan kepala daerah;
2.
Kesulitan di dalam melakukan mutasi dan rotasi antar daerah karena gaji
dan tunjangan pegawai terikat pada Dana Alokasi Umum (DAU) daerah yang
bersangkutan;
3.
Munculnya semangat kedaerahan yang berlebihan, yang pada gilirannya
berpotensi melemahkan semangat kebangsaan, akibatnya PNS menjadi terkotak-kotak
oleh daerah asalnya;
4.
Mulai nampak adanya gejala politisasi birokrasi yang tidak sejalan dengan
keinginan menjadikan birokrasi netral dan profesional (public service neutrality);
5.
Jumlah PNS yang berlebihan di semua lini telah mendorong daerah untuk
membangun organisasi yang besar dan lamban sehingga menimbulkan pemborosan
penggunaan dana publik.
Untuk
mengantisipasi masalah kepegawaian yang berkaitan dengan adanya penerapan
sistem kepegawaian yang berbeda pada kedua perundang-undangan dan agar tidak
menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaannya, maka perlu kiranya dilakukan
penyesuaian antara UU No. 22/1999
dengan UU No. 43/1999 beserta Peraturan Pemerintah (PP) pelaksanaannya. Di samping itu, perlu
diterapkan sistem campuran (mixed system)
dalam manajemen kepegawaian, berupa keterlibatan pemerintah pusat dalam
penempatan jabatan-jabatan strategis, dengan mengurangi campur tangan politis.
Jadi, walaupun integrated system
masih relevan diterapkan di Indonesia, namun demikian daerah perlu dilibatkan
dalam aspek recruitment, placement,
development dan appraisal PNS
daerah.
Melihat
permasalahan kepegawaian di daerah dalam rangka otonomi daerah, langkah-langkah
strategis yang perlu dilakukan berkaitan dengan pembinaan kepegawaian di daerah
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Perencanaan SDM harus dilakukan dengan penentuan formasi dan analisis
jabatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keuangan pemerintah daerah, baik
dari aspek kualitas maupun kualitas;
2.
Pengadaan atau rekruitmen harus dilakukan melalui seleksi yang menjaring
calon-calon pegawai yang berkualitas berdasarkan kemampuan, dengan menghindari
nepotisme dan penggunaan uang pelicin;
3.
Penempatan pegawai dalam jabatan baik struktural maupun fungsional harus
sesuai dengan prinsip the right man on
the right place, di mana kompetensi harus diutamakan;
4.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) harus dilaksanakan
secara aplikatif dan terakreditasi untuk menghasilkan aparatur yang berkompeten
di bidang pelayanan publik;
5.
Pola pengembangan karier perlu ditingkatkan, promosi jabatan harus
terakomodasi oleh setiap pegawai yang memenuhi syarat dalam kompetensi;
6.
Penilaian kinerja personil pegawai pemerintah daerah perlu disempurnakan.
Penggunaan Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai (DP3) sudah tidak relevan lagi
karena tidak adanya standard penilaian yang sesuai dengan jabatan dan
kompetensi;
7.
Sistem penggajian dan tunjangan, serta hal-hal yang berkaitan dengan
kesejahteraan pegawai seperti pensiun, cuti, dan lain sebagainya perlu ditinjau
kembali;
8.
Untuk menegakkan disiplin pegawai, perlu disempurnakannya peraturan
tentang penjatuhan hukuman disiplin agar sesuai dengan tingkat pelanggaran.
B. Aparatur
Pemerintah Daerah Yang Profesional Dalam Melayani Masyarakat.
Apabila dikaji
secara cermat, otonomi daerah tidak saja bermakna peluang, tetapi juga
tantangan bagi pemerintah daerah dan masyarakatnya. Tantangan berarti segala tuntutan dalam
mewujudkan otonomi daerah termasuk di dalamnya tuntutan perlunya aparatur
pemerintah daerah yang melaksanakan tugas pelayanan di daerah. Dalam konteks
ini, profesionalisme aparatur merupakan faktor kunci. Keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah memerlukan berbagai kemampuan dari para pelaksananya. Inisiatif
pemerintah daerah untuk mengupayakan
tersedianya aparat yang profesional, baik dalam arti kapabilitas maupun
integritas, moralitas dan etika yang tinggi merupakan suatu keharusan.
Kebijakan ini
menurut Rasyid
(2000) setidaknya mencerminkan pada 2 (dua) aspek, yaitu :
1.
Aspek substansial, artinya kebijakan
penyiapan sumber daya aparatur yang profesional memerlukan definisi yang jelas
tentang kualifikasi profesionalisme yang ingin dicapai di berbagai bidang
tugas. Kualifikasi tersebut berkaitan
dengan keahlian dan perilaku.
2.
Aspek prosedural, artinya kebijakan
penyiapan sumber daya aparatur yang profesional berkaitan dengan jenis dan
sifat pendidikan serta pelatihan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
organisasi pemerintah daerah.
Menurut Sarundajang (2001 : 166), aparatur
pemerintah daerah yang profesional baik dari segi teknis, administratif maupun
manajerial harus mempunyai beberapa keterampilan antara lain : (a) keterampilan
mengidentifekasikan masalah; (b) keterampilan memecahkan masalah; dan (c)
keterampilan sebagai perantara strategis
(strategic broker skills).
Dengan adanya pembinaan kepegawaian pemerintahan daerah diharapkan akan dapat
menghasilkan aparatur pemerintah daerah yang profesional dalam memberikan
pelayanan umum kepada masyarakat.
Pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah daerah
sehubungan dengan fungsinya sebagai public
service, adalah menghasilkan goods
and services (pengadaan barang dan jasa), sesuai dengan isi otonomi
daerahnya masing-masing. Dalam memberikan pelayanan yang berfokus pada kualitas
serta berorientasi pada kepuasan pelanggan (masyarakat), aparatur pemerintah
daerah dituntut untuk meningkatkan kualitas personal yang kemudian pada
gilirannya akan bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penentuan standard kualitas
pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat, perlu dilakukan penilaian
kinerja personil pegawai pemerintah daerah. Penilaian prestasi dilakukan dengan
membandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan tujuan atau sasaran yang
harus dicapai. Salah satu cara untuk mengukur kinerja personil pemerintah
daerah adalah dengan mengukur sejauh mana efisiensi, efektivitas dan
akuntabilitas mereka dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Beberapa
permasalahan yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan masyarakat (Suwandi, 2001 : 7) antara lain adalah :
1.
Kurang adanya arahan dan tujuan yang jelas secara menyeluruh;
2.
Kurangnya akuntabilitas, motivasi dan insentif;
3.
Kurangnya kesediaan menerima tanggung jawab;
4.
Kurangnya tindakan nyata, terlalu banyak pertimbangan, rapat yang
menghasilkan tertundanya tindakan;
5.
Kerancuan dalam peran dan tanggung jawab;
6.
Kurang responsif terhadap masyarakat;
7.
Kurangnya mekanisme pasar serta informasi; dan
8.
Peraturan dan pengawasan yang berlebihan.
Peningkatan
kualitas pelayanan pemerintahan daerah perlu dilaksanakan melalui agenda
kegiatan : (1) peningkatan hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat dengan
cara antara lain : melakukan survey
terhadap kepuasan konsumen, meningkatkan daya jangkau pelayanan, melakukan
publikasi dan informasi yang lebih intensif, membentuk user group dari pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah,
dan mengarahkan semua resources
pemerintah daerah untuk menciptakan iklim memprioritaskan pelayanan; dan (2)
membangun kualitas internal dengan mengembangkan Total Quality Management (TQM).
Pada masa yang
akan datang, dengan semakin terwujudnya otonomi daerah yang luas dan utuh, diharapkan
sumber daya aparatur pemerintahan daerah sebagai pelaksana pelayanan di daerah
dapat terus mengembangkan dirinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,
penjaga hati nurani pemerintahan. Oleh karena itu, berkaitan dengan penyiapan
sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang profesional dalam melayani
masyarakat maka strategi yang perlu
dikembangkan antara lain :
1.
Mengembangkan dan melaksanakan sistem kepegawaian yang berorientasi
kepada kinerja, serta menyediakan insentif bagi pegawai yang berprestasi dengan
baik untuk dapat mengembangkan karier dan penghargaan yang layak;
2.
Menjamin sistem administrasi kepegawaian yang dapat menyediakan informasi
secara akurat guna memudahkan pengambilan keputusan yang tepat dan obyektif
serta transparan untuk perencanaan pegawai, pembinaan, dan pengembangan pegawai
yang muaranya sebagai instrumen akuntabilitas; dan
3.
Menumbuhkan jiwa korsa serta mengupayakan sikap netral bagi seluruh PNS,
sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi adil dan non diskriminatif.
V. PENUTUP
Otonomi daerah telah dijalankan dan ini
berarti tantangan sekaligus peluang terutama bagi pemerintah daerah untuk
melaksanakannya. Faktor sumber daya manusia dalam hal ini aparatur pemerintah
daerah memegang peran yang strategis karena mereka adalah pelaksana fungsi
pemerintah sebagai pelayan masyarakat.
Pembinaan
kepegawaian pemerintah daerah dilakukan untuk mempersiapkan sekaligus
menghasilkan aparatur pemerintah daerah yang profesional dalam melayani
masyarakat. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan
masyarakat, artinya yang berkualitas dan memuaskan pelanggan. Disinilah peran
strategis sumber daya aparatur pemerintahan daerah sebagai faktor yang
menentukan tercapainya tujuan organisasi, di mana profesionalismenya tercermin
dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat dengan standard
pelayanan yang memuaskan pelanggan (masyarakat).
Pada akhirnya,
dengan mengutip pendapat Rasyid (2000), maka perlu
dikemukakan di sini bahwa aparatur yang baik adalah yang bisa memberi kepada
masyarakat apa yang mereka butuhkan, bahkan sebelum masyarakat itu sendiri
memintanya. Inilah tantangan bagi para PNS baik di pusat maupun di daerah untuk
bisa berkarya bagi keberhasilan bangsa ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaho, Josef Riwo,
(1997) Prospek Otonomi Daerah di Negara
Republik Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lukman,
Sampara, (1999), Manajemen Kualitas
Pelayanan, Jakarta: STIA-LAN Press.
Moekijat,
(2002), Administrasi Kepegawaian Negara
Indonesia, Bandung : Moekijat Press.
Moenir, A.S.,
(2001), Manajemen Pelayanan Umum Di
Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari
H, (2000), Manajemen Strategik Organisasi
Non Profit Bidang Pemerintahan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rasyid, M.
Ryaas, (2000), Kebijakan Penyiapan Sumber
Daya Aparatur Yang Profesional Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah,
Jurnal Ilmu Pemerintahan Edisi 10 Tahun 2000.
Sabarno, Hari,
(2001), Masalah, Peluang dan Tantangan
Serta Prospek Otonomi Daerah di Indonesia, Materi Kuliah Perdana PPs MAPD
STPDN di Jakarta, 31 Oktober 2001.
Sachroni,
Oman, (2002), Sumber Daya Manusia
Aparatur Dalam Menunjang Implementasi Otonomi Daerah, Makalah Disajikan
pada Seminar Antar Semester PPs MAPD STPDN di Jatinangor, 16 Maret 2002.
Sarundajang,
S.H., (2001), Arus Balik Kekuasaan Pusat
ke Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Sedarmayanti,
(1999), Restrukturisasi Dan Pemberdayaan
Organisasi Untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan, Bandung: CV
Mandar maju.
Soetopo,
(1999), Pelayanan Prima, Bahan Diklat
ADUM, Jakarta: LAN-RI.
Sudiman,
(1999), Administrasi Kepegawaian,
Bahan Diklat ADUM, Jakarta: LAN-RI.
Suwandi, Made,
(2000), Kepegawaian Pemerintah Daerah,
Makalah, Tidak Dipublikasikan.
------------,
(2001), Akuntabilitas Pelayanan
Pemerintah Daerah, Makalah, Tidak Dipublikasikan.
------------,
(2002), Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi
Dasar Otonomi Daerah Indonesia (Dalam Upaya Mewujudkan Pemerintah Daerah Yang
Demokratis dan Efisien), Makalah, Tidak Dipublikasikan.
Supriatna,
Tjahja, (1996), Administrasi, Birokrasi
dan Pelayanan Publik, Jakarta: PT Nimas Multima.
------------,
(2000), Legitimasi Pemerintahan dalam
Konteks Administrasi Publik Memasuki Era Indonesia Baru, Manajemen dan
Organisasi Publik Serta Manajemen Pemerintahan Daerah, Bandung: CV Maulana.
Wasistiono,
Sadu, (2001), Kapita Selekta Manajemen
Pemerintahan Daerah, Bandung: Alqaprint Jatinangor.
The Emperor Casino | Play with 100 Free Spins - Shootercasino
BalasHapusEmperor Casino is a popular slot choegocasino machine by Aristocrat. This 제왕 카지노 online casino game is designed and developed by Aristocrat. Get 인카지노 your welcome bonuses!
PlaynGo Casino - Mapyro
BalasHapusSearch by city, 의정부 출장샵 revenue, employees, website 익산 출장안마 & phone number. 서산 출장안마 Get directions, reviews 밀양 출장안마 and information 원주 출장샵 for PlayNGo Casino in Tunica, MS.